Thursday, 1 December 2011

Gravitation


Gravitation, or gravity, is a natural phenomenon by which physical bodies attract with a force proportional to their mass. Gravitation is most familiar as the agent that gives weight to objects with mass and causes them to fall to the ground when dropped. Gravitation causes dispersed matter to coalesce, and coalesced matter to remain intact, thus accounting for the existence of the Earth, the Sun, and most of the macroscopic objects in the universe.
Gravitation is responsible for keeping the Earth and the other planets in their orbits around the Sun; for keeping the Moon in its orbit around the Earth; for the formation of tides; for natural convection, by which fluid flow occurs under the influence of a density gradient and gravity; for heating the interiors of forming stars and planets to very high temperatures; and for various other phenomena observed on Earth.
Gravitation is one of the four fundamental interactions of nature, along with electromagnetism, and the nuclear strong force and weak force. Modern physics describes gravitation using the general theory of relativity by Einstein, in which it is a consequence of the curvature ofspacetime governing the motion of inertial objects. The simpler Newton's law of universal gravitation provides an accurate approximation for most physical situations.

Magnet

A magnet (from Greek μαγνήτις λίθος magntis líthos, "Magnesian stone") is a material or object that produces a magnetic field. This magnetic field is invisible but is responsible for the most notable property of a magnet: a force that pulls on other ferromagnetic materials, such as iron, and attracts or repels other magnets.
A permanent magnet is an object made from a material that is magnetized and creates its own persistent magnetic field. An everyday example is arefrigerator magnet used to hold notes on a refrigerator door. Materials that can be magnetized, which are also the ones that are strongly attracted to a magnet, are called ferromagnetic (or ferrimagnetic). These include iron, nickel, cobalt, some alloys of rare earth metals, and some naturally occurring minerals such as lodestone. Although ferromagnetic (and ferrimagnetic) materials are the only ones attracted to a magnet strongly enough to be commonly considered magnetic, all other substances respond weakly to a magnetic field, by one of several other types of magnetism.
Ferromagnetic materials can be divided into magnetically "soft" materials like annealed iron, which can be magnetized but do not tend to stay magnetized, and magnetically "hard" materials, which do. Permanent magnets are made from "hard" ferromagnetic materials such as alnico and ferrite that are subjected to special processing in a powerful magnetic field during manufacture, to align their internal microcrystalline structure, making them very hard to demagnetize. To demagnetize a saturated magnet, a certain magnetic field must be applied, and this threshold depends on coercivity of the respective material. "Hard" materials have high coercivity, whereas "soft" materials have low coercivity.
An electromagnet is made from a coil of wire that acts as a magnet when an electric current passes through it but stops being a magnet when the current stops. Often, the coil is wrapped around a core of ferromagnetic material like steel, which enhances the magnetic field produced by the coil.
The overall strength of a magnet is measured by its magnetic moment or, alternatively, the total magnetic flux it produces. The local strength of magnetism in a material is measured by its magnetization.

Magnetism


Magnetism is a property of materials that respond at an atomic or subatomic level to an applied magnetic field. Ferromagnetism is the strongest and most familiar type of magnetism. It is responsible for the behavior of permanent magnets, which produce their own persistent magnetic fields, as well as the materials that are attracted to them. However, all materials are influenced to a greater or lesser degree by the presence of a magnetic field. Some are attracted to a magnetic field (paramagnetism); others are repulsed by a magnetic field (diamagnetism); others have a much more complex relationship with an applied magnetic field (spin glass behavior and antiferromagnetism). Substances that are negligibly affected by magnetic fields are known as non-magnetic substances. They include copper, aluminium, gases, and plastic.
The magnetic state (or phase) of a material depends on temperature (and other variables such as pressure and applied magnetic field) so that a material may exhibit more than one form of magnetism depending on its temperature, etc.


Cathode ray tube


Cathode ray tube

The cathode ray tube (CRT) is a vacuum tube containing an electron gun (a source of electrons) and a fluorescent screen used to view images. It has a means to accelerate and deflect the electron beam onto the fluorescent screen to create the images. The image may represent electrical waveforms(oscilloscope), pictures (televisioncomputer monitor), radar targets and others. CRTs have also been used as memory devices, in which case the visible light emitted from the fluoresecent material (if any) is not intended to have significant meaning to a visual observer (though the visible pattern on the tube face may cryptically represent the stored data).
The CRT uses an evacuated glass envelope which is large, deep (i.e. long from front screen face to rear end), fairly heavy, and relatively fragile. As a matter of safety, the face is typically made of thick lead glass so as to be highly shatter-resistant and to block most X-ray emissions, particularly if the CRT is used in a consumer product.


Friday, 28 October 2011

Hakikat manusia menurut pancasila

Hakikat manusia menurut Pancasila

Pancasila memandang hakikat manusia memiliki sudut pandang yang :
ü  Monodualistik dan Monopluralistik
ü  Keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
ü  Integralistik, kebersamaan, dan kekeluargaan
Dari apa yang saya kutip dalam makalah di blog Ayu Meilana (http://ayumeilana.blogspot.com/), hal yang diatas tersebut merupakan bagian dari konsep manusia Indonesia seutuhnya.
Jadi begini, konsep manusia Indonesia  seutuhnya dikembangkan atas pandangan hidup bangsa Indonesia yakni pancasila, yang menganut paham integralistik disesuaikan dengan struktur sosial masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. (sudah jelas disitu ada paham integralistik dan ber-Bhinneka Tunggal Ika yang berarti sudut pandang dari integralistik, kebersamaan, dan kekeluargaan.)
Kemudian dengan pandangan hidup pancasila, pengembangan manusia Indonesia seutuhnya diusahakan agar hidup selaras, serasi, dan seimbang dalam konteks hubungan manusia dengan ruang lingkupnya. (hal ini sesuai dengan sudut pandang keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.)
Dan selanjutnya, sesuai dengan dasar pengendalian diri dalam mengejar kepentingan pribadi, maka manusia Indonesia yang mendasarkan diri pada pandangan hidup pancasila dalam mewujudkan tujuan hidupnya, memiliki kesadaran bahwa setiap gerak arah dan cara-cara melaksanakan tujuan hidupnya senantiasa dijiwai oleh pancasila. (dari hal ini monodualistik terdapat pada kepentingan pribadi yang artinya sama dengan individual, yaitu individu yang mendasarkan diri pada pandangan hidup pancasila untuk tujuan hidupnya.  Sedangkan monopluralistik,  yaitu tujuan hidup tersebut senantiasa dijiwai oleh pancasila.)
Jadi itulah penjelasan singkat dari sudut pandang hakikat manusia berdasarkan pandangan pancasila.

Hakikat manusia

BAB I
HAKEKAT MANUSIA

1.    PENGANTAR
Bab ini berisi bahasan tentang hakikat manusia yang mencakup alasan pentingnya pengkajian hakikat manusia, pendekatan dalam pengkajian manusia, manusia tinjauan evolusi, manusia tinjauan filosofis, dimensi-dimensi kemanusiaan manusia, dan konsep manusia Indonesia seutuhnya.

2.    PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN MANUSIA
Pada awal perkembangannya, ketika ilmu masih merupakan bagian dari filsafat, pengkajian tentang manusia, bersifat monodisipliner. Makna pendekatan monodisipliner adalah, bahwa dalam mengkaji manusia ada satu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji tentang manusia. Akan tetapi dalam perkembangannya orang mulai menyadari bahwa pendekatan monodisipliner dalam mengkaji manusia, terasa tidak mumpuni lagi. Hal ini karena manusia memang merupakan makhluk yang multidimensional. Oleh karena itu dirasa perlu menggunakan banyak disiplin ilmu dalam mengkaji manusia.
Ada 2 pendekatannya :
a.    Pendekatan multidisiplin, adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri sendiri.
b.    Pendekatan Interdisiplin, adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu hanya satu orang spesialis bersifat generalis.

3.    BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG HAKEKAT MANUSIA
1.    Socrates, menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada budinya, yang memungkinkan untuk menetukan hikmah dan kebaikan. Sementara Plato menonjolkan peran pikir yang melahirkan budi baik. Sedangkan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan hasil pengamatan indra.
2.    Pandangan dari visi Islam sebagaimana tercermin dalam pandangan Al-Jammaly, menyatakan bahwa manusia dan jagad pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Manusia tidak dibenarkan mementingkan kebendaan atau kerohanian secara tidak seimbang. Hakikat manusia merupakan paduan yang menyeluruh antara akal, emosi, dan perbuatan. Manusia bukan Penjelmaan Tuhan tetapi merupakan utusan Tuhan di muka bumi.

4.    MANUSIA : TINJAUAN SECARA EVOLUSI
Evolusi ternyata tidak hanya menyangkut alam semesta, evolusi juga mengena pada manusia dan itupun tidak hanya dalam pengertian biologi saja, melainkan menyangkut pula pengertian dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku, dan peradaban manusia.
Semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi perkembangan kemampuan intelektualnya melampui batas-batas perkembangan evolusi biologisnya. Dengan perkembangan kemampuan bahasa ini selanjutnya manusia mampu mengembangkan tulisan sebagai lambang bunyi bahasa tersebut. Mulai tahap inilah memungkinkan pengetahuan manusia terhimpun, terkomunikasikan, dan terajarkan pada lintas generasi, yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu. Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa semenjak manusia menemukan bahasa dan tulisan telah mulai ada revolusi ilmu dan revolusi dalam pelaksanakan pendidikan.

5.    MANUSIA : TINJAUAN FILOSOFIK
Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk instropeksi guna mencari jawab atas pertanyaan tentang “apakah manusia itu? Dan terbuat atau terdiri atas apakah manusia itu?” Bidang filsafat yang khusus mengkaji masalah ini disebut ontologi atau metafisika. Namun untuk pertanyaan “apakah manusia itu?”, berkali-kali terjadi krisis atas jawaban tersebut.
Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pandangan manusia secara animal symbolicum, yang mengandung makna bahwa pemikiran dan perilaku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi dan bahwa kemajuan seluruh kebudayaan manusia mendasarkan diri pada hal tersebut. Dengan pendefinisian simbol ini kita menjadi semakin mudah dalam memahami gejala penemuan bahasa manusia, tulisan, dan ilmu serta pengetahuan manusia.
Sedangkan pertanyaan kedua yaitu “terdiri dari apakah manusia itu ?”, terbagi 2 aliran yang bisa menjawabya. Pertama, aliran Monisme, yaitu aliran yang menganggap bahwa seluruh semesta termasuk manusia hanya terdiri satu zat. Kedua, aliran Dualisme, yaitu aliran yang memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara zat hidup dan benda mati.

6.    DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN MANUSIA.
Kajian ini merupakan pokok kajian antropologi metafisika, mengelompokkan dimensi-dimensi kemanusiaan manusia menjadi 4 bagian :
1.    Manusia sebagai makhluk individu,
2.    Manusia sebagai makhluk sosial,
3.    Manusia sebagai makhluk susila,
4.    Manusia sebagai makhluk religius.

7.    KONSEP MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila. Konsep lain tentang deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya dapat dirunut pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional pada hakekatnya adalah rumusan manusia baik sebagaimana dikehendaki oleh bangsa Indonesia, pada suatu masa tertentu. Sehubungan dengan itu maka rumusan tujuan pendidikan nasional pun terjadi perubahan dari waktu ke waktu.
Tujuan Pendidikan nasional sekarang mengacu berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 3, dengan bunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Penggalan kalimat terakhirlah yang merupakan deskripsi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.