BAB I
HAKEKAT MANUSIA
1. PENGANTAR
Bab ini berisi bahasan tentang hakikat manusia yang mencakup alasan pentingnya pengkajian hakikat manusia, pendekatan dalam pengkajian manusia, manusia tinjauan evolusi, manusia tinjauan filosofis, dimensi-dimensi kemanusiaan manusia, dan konsep manusia Indonesia seutuhnya.
2. PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN MANUSIA
Pada awal perkembangannya, ketika ilmu masih merupakan bagian dari filsafat, pengkajian tentang manusia, bersifat monodisipliner. Makna pendekatan monodisipliner adalah, bahwa dalam mengkaji manusia ada satu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji tentang manusia. Akan tetapi dalam perkembangannya orang mulai menyadari bahwa pendekatan monodisipliner dalam mengkaji manusia, terasa tidak mumpuni lagi. Hal ini karena manusia memang merupakan makhluk yang multidimensional. Oleh karena itu dirasa perlu menggunakan banyak disiplin ilmu dalam mengkaji manusia.
Ada 2 pendekatannya :
a. Pendekatan multidisiplin, adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatkan beberapa disiplin ilmu secara berdiri sendiri.
b. Pendekatan Interdisiplin, adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu hanya satu orang spesialis bersifat generalis.
3. BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG HAKEKAT MANUSIA
1. Socrates, menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada budinya, yang memungkinkan untuk menetukan hikmah dan kebaikan. Sementara Plato menonjolkan peran pikir yang melahirkan budi baik. Sedangkan Aristoteles menyatakan hakikat manusia terletak pada pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan hasil pengamatan indra.
2. Pandangan dari visi Islam sebagaimana tercermin dalam pandangan Al-Jammaly, menyatakan bahwa manusia dan jagad pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Manusia tidak dibenarkan mementingkan kebendaan atau kerohanian secara tidak seimbang. Hakikat manusia merupakan paduan yang menyeluruh antara akal, emosi, dan perbuatan. Manusia bukan Penjelmaan Tuhan tetapi merupakan utusan Tuhan di muka bumi.
4. MANUSIA : TINJAUAN SECARA EVOLUSI
Evolusi ternyata tidak hanya menyangkut alam semesta, evolusi juga mengena pada manusia dan itupun tidak hanya dalam pengertian biologi saja, melainkan menyangkut pula pengertian dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku, dan peradaban manusia.
Semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi perkembangan kemampuan intelektualnya melampui batas-batas perkembangan evolusi biologisnya. Dengan perkembangan kemampuan bahasa ini selanjutnya manusia mampu mengembangkan tulisan sebagai lambang bunyi bahasa tersebut. Mulai tahap inilah memungkinkan pengetahuan manusia terhimpun, terkomunikasikan, dan terajarkan pada lintas generasi, yang selanjutnya berkembang menjadi ilmu. Dengan demikian kita dapat mengatakan, bahwa semenjak manusia menemukan bahasa dan tulisan telah mulai ada revolusi ilmu dan revolusi dalam pelaksanakan pendidikan.
5. MANUSIA : TINJAUAN FILOSOFIK
Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk instropeksi guna mencari jawab atas pertanyaan tentang “apakah manusia itu? Dan terbuat atau terdiri atas apakah manusia itu?” Bidang filsafat yang khusus mengkaji masalah ini disebut ontologi atau metafisika. Namun untuk pertanyaan “apakah manusia itu?”, berkali-kali terjadi krisis atas jawaban tersebut.
Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pandangan manusia secara animal symbolicum, yang mengandung makna bahwa pemikiran dan perilaku simbolis merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi dan bahwa kemajuan seluruh kebudayaan manusia mendasarkan diri pada hal tersebut. Dengan pendefinisian simbol ini kita menjadi semakin mudah dalam memahami gejala penemuan bahasa manusia, tulisan, dan ilmu serta pengetahuan manusia.
Sedangkan pertanyaan kedua yaitu “terdiri dari apakah manusia itu ?”, terbagi 2 aliran yang bisa menjawabya. Pertama, aliran Monisme, yaitu aliran yang menganggap bahwa seluruh semesta termasuk manusia hanya terdiri satu zat. Kedua, aliran Dualisme, yaitu aliran yang memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara zat hidup dan benda mati.
6. DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN MANUSIA.
Kajian ini merupakan pokok kajian antropologi metafisika, mengelompokkan dimensi-dimensi kemanusiaan manusia menjadi 4 bagian :
1. Manusia sebagai makhluk individu,
2. Manusia sebagai makhluk sosial,
3. Manusia sebagai makhluk susila,
4. Manusia sebagai makhluk religius.
7. KONSEP MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Deskripsi paling rinci tentang Manusia Indonesia Seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila. Konsep lain tentang deskripsi Manusia Indonesia Seutuhnya dapat dirunut pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional pada hakekatnya adalah rumusan manusia baik sebagaimana dikehendaki oleh bangsa Indonesia, pada suatu masa tertentu. Sehubungan dengan itu maka rumusan tujuan pendidikan nasional pun terjadi perubahan dari waktu ke waktu.
Tujuan Pendidikan nasional sekarang mengacu berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 3, dengan bunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Penggalan kalimat terakhirlah yang merupakan deskripsi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.